Article Detail

Riwayat Bunda Elisabeth

Maria Elisabeth Gruyters, lahir di Leut-Belgia, 1 November 1789 dari pasangan Nicolass Gruyters dan Maria Borde. Didikan dan dibesarkan dalam keluarga yang baik dan disegani oleh masyarakat, bukan hanya karena kekayaan dan kedudukan mereka (Ayahnya adalah juru kunci di Puri Leut), tetapi terlebih karena keterbukaan dan kepedulian mereka menerima orang-rang yang menjadi korban peperangan saat Revolusi Perancis bergejolak.

Dampak Revolusi Perancis juga dirasakan Elisabeth. Betapa sulit mencari pekerjaan dalam situasi perang.  Sehingga setelah ayahnya wafat, Elisabeth memutuskan untuk meninggalkan Leut pada tahun 1822 menuju Maastricht-Netherlands. Rupanya situasi kota Masstricht juga tidak jauh berbeda. Pengungsi dan orang miskin yang putus asa dan tanpa pengharapan semakin banyak, apalagi tidak ada karya karitatif, sementara biaya pajak tinggi, kota dikuasi tentara, bahkan gereja dipakai sebagai gudang perbekalan.

Bekerja pada keluarga Nijpels dan dipercaya sebagai pengelola seluruh harta kekayaan keluarga, tidak membuat Elisabeth acuh tak acuh terhadap situasi di sekitarnya. Pergumulan bersama orang-orang yang miskin dan menderita mengantarkan Elisabeh pada perjumpaan dengan wajah Allah. Kurang lebih 16 tahun, pergulatan Elisabeth selalu disertai dengan keluh kesah kerinduan dan cucuran ar mata(EG.9), siang dan malam.
Dengan bantuan P. Antonius van baer, Deken gereja St. Servaas, Maastricht, akhirnya kerinduan elisabth untuk mendirikan sebuah biara mendapatkan titik terang. Tangggal 15 Agustus 1836, ketika Elisabeth berdoa didepan patung Maria Bintang Samudera pada pesta Maria diangkat ke surga, kerinduan Elisabeth  terjawab, “Itu akan terjadi”.  Pada persta St. Petrus Martir tanggal 29 April 1837. Elisabth mengawali Kongregasi untuk melayani Allah melalui sesama yang menderita.
Mei 1837, Elisabeth mulai menerima anak-anak miskin, dengan maksud membagun dasar baik dalam batin mereka, memberikan pelajaran agama Kristen, menjahit, berdoa serta memberikan dorongan kearah semangat hidup yang suci (EG.51). Melalui tindakannya yang sederhana tetapi sangat nyata itulah Roh Kudus berkarya, “Allah yang maha baik memberkati karya kami. Anak-anak miskin datang berbondong-bondong.  Semua orang yang berbudi puas akan hal itu ‘ (EF 24)
Tanggal 26 Juni 1864 elisabth wafat. Meski demikian, semangat, inspirasi dan spiritualitasnya tetap hidup, dihayati, dan diwujudkan oleh para penerusnya dengan digerakkanoleh semangat “Cinta tanpa syarat dan berbelarasa dari Yesus yang tersalib”.
(sumber :  Majalah Tarakanita Leading in Compassion)
Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment